Film Close (2022): Sebuah Renungan Filosofis tentang Persahabatan dan Kehilangan

Film Close (2022) Sebuah Renungan Filosofis tentang Persahabatan dan Kehilangan

Kali ini, mari kita menyelami lebih dalam sebuah film yang mungkin tidak ramai dibicarakan di arus utama, namun menyimpan kekuatan emosional dan pesan filosofis yang mendalam, yakni Close (2022), karya sutradara asal Belgia, Lukas Dhont. Menurut laman rekomendasifilm, film ini berhasil menggugah hati penontonnya dengan cara yang tenang, namun sangat mengena. 

Bahkan, Close masuk dalam jajaran film yang dinominasikan di Festival Film Cannes dan menjadi perwakilan Belgia dalam ajang Academy Awards 2023. Namun bukan hanya dari segi pencapaian formalnya, film ini layak diapresiasi karena kedalaman pesannya tentang relasi manusia, terutama di masa muda. 

Sinopsis Singkat 

Close berkisah tentang dua anak laki-laki berusia 13 tahun, Leo dan Remi, yang memiliki hubungan persahabatan yang sangat erat. Keduanya nyaris tak terpisahkan, menikmati hari-hari bersama penuh tawa, kehangatan, dan keintiman emosional yang tulus. 

Namun, saat mereka memasuki masa remaja dan mulai bersekolah di jenjang baru, pandangan lingkungan terhadap hubungan mereka mulai berubah. Tekanan sosial mengenai maskulinitas dan stereotip gender memaksa Leo untuk menjaga jarak, dan keputusan itu berujung pada tragedi yang sangat menyakitkan. 

Pesan Filosofis: Dekonstruksi Maskulinitas dan Intimasi Lelaki 

Sobat, salah satu kekuatan terbesar dari Close adalah bagaimana Lukas Dhont menantang persepsi masyarakat tentang maskulinitas. Di usia yang begitu muda, Leo dan Remi merepresentasikan kemurnian dalam menjalin hubungan emosional tanpa batasan. 

Namun, tekanan dari lingkungan sosial perlahan menghancurkan kemurnian itu, menyiratkan bahwa keintiman emosional di antara laki-laki dianggap tidak wajar atau bahkan dicurigai. 

Di sinilah Close menyampaikan kritik filosofis terhadap bagaimana masyarakat secara sistematis membentuk cara anak laki-laki melihat diri mereka sendiri dan hubungan mereka dengan orang lain. 

Maskulinitas tradisional, dalam banyak budaya, sering menolak ekspresi emosi, pelukan, dan ketergantungan emosional antar sesama laki-laki. Film ini secara halus namun kuat mempertanyakan norma tersebut, bahkan mengajukan pertanyaan eksistensial: "Mengapa kita takut pada kedekatan?" 

Tentang Duka dan Rasa Bersalah 

Selain maskulinitas, Close juga mengangkat tema besar tentang kehilangan dan rasa bersalah. Leo yang masih sangat muda dipaksa berhadapan dengan kenyataan pahit: bahwa tindakan atau keputusan kecilnya berdampak besar terhadap orang lain. Ia menjalani fase duka bukan hanya karena kehilangan sahabat, tetapi juga karena perasaan bersalah yang tak terucap. 

Sobat, di sinilah film ini benar-benar menyentuh sisi filosofis manusia—bahwa kehidupan seringkali mempertemukan kita dengan duka yang tidak memiliki jawaban. Lukas Dhont tidak memberikan solusi instan, melainkan membiarkan penonton merenung dan ikut merasakan kebingungan Leo. Ini adalah bentuk narasi yang jujur dan sangat manusiawi. 

Visual dan Simbolisme 

Secara visual, Close menyuguhkan gambar-gambar yang puitis dan simbolis. Ladang bunga, cahaya matahari, dan ruang-ruang terbuka sering digunakan untuk merepresentasikan kebebasan masa kecil yang perlahan menghilang. 

Transisi visual yang lembut mencerminkan proses perubahan emosi dalam diri Leo. Film ini lebih banyak berbicara lewat ekspresi, diam, dan tatapan daripada dialog yang panjang, memperkuat kesan reflektif dan kontemplatif. 

Sobat, Close bukan sekadar film tentang persahabatan anak-anak. Ia adalah potret tentang bagaimana dunia dewasa bisa merusak dunia anak-anak yang penuh kejujuran dan kehangatan. Film ini mengajak kita untuk merenungkan kembali bagaimana kita memandang emosi, gender, dan relasi. Apakah kita cukup memberi ruang bagi orang-orang, terutama laki-laki muda, untuk mengekspresikan perasaannya tanpa takut dihakimi? 

Close adalah karya yang layak ditonton bukan karena ceritanya yang menyentuh saja, tetapi karena keberaniannya menyuarakan hal-hal yang sering kali terabaikan. Jika Sobat sedang mencari film yang memberikan pengalaman batin sekaligus bahan renungan mendalam, maka Close adalah pilihan yang sangat tepat. 

Jika Sobat tertarik untuk bahas lebih lanjut, mungkin kita bisa mengulas lebih dalam mengenai Close, perbandingan Close dengan film bertema serupa, atau profil sutradara Lukas Dhont.

Posting Komentar untuk "Film Close (2022): Sebuah Renungan Filosofis tentang Persahabatan dan Kehilangan"